Kamis, 18 Oktober 2012

Pelaksanaan GCG Pada Bank Ekonomi Raharja Tbk Tahun 2010 dan Self Assessmentnya

Bank yang sehat merupakan cerminan dari pelaksanaan tata  kelola  perusahaan  yang baik  (Good  Corporate Governance/GCG). Oleh  karenanya, Perusahaan terus membangun  dan  memperbaiki  struktur  dan  prosedur tata  kelola  perusahaan  sesuai dengan  peraturan  yang ditetapkan  oleh Bank Indonesia (BI) sebagai  lembaga pengawas perbankan nasional dan Bapepam-LK sebagai lembaga  pengawas  perusahaan   yang  telah  bersatus Perusahaan   Terbuka   (Tbk).   Di   tahun   2010,   Bank Ekonomi  telah memiliki komite-komite yang berada di bawah  Dewan Komisaris sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Komite Audit, Komite Remunerasi  dan Nominasi, dan Komite Pemantau Risiko. Selain itu, untuk pengelolaan risiko secara lebih baik, Perusahaan juga telah memiliki unit-unit kerja  khusus untuk mengelola risiko operasional, risiko kredit, dan risiko pasar.

Sebagai anggota bagian dari grup bertaraf internasional, tata kelola perusahaan di Bank Ekonomi mengacu pada kebijakan dan prosedur dari  HSBC Holdings Plc yang menjadi induk perusahaan.

Penerapan  tata  kelola  perusahaan  yang  baik  menjadi pendorong bagi Bank Ekonomi untuk terus meningkatkan pertumbuhannya  melalui  praktek-praktek  usaha  yang sesuai dengan  peraturan  yang berlaku, pengembangan teknologi  yang diperlukan bagi kemajuan Perusahaan, mengantisipasi  setiap  risiko  sehingga  terhindar   dari peristiwa-peristiwa yang tidak terduga, serta peningkatan tanggung jawab manajemen.


Pelaksanaan tata kelola perusahaan akan berhasil dengan baik bila didukung oleh adanya struktur yang  jelas dan berjalan  sesuai  dengan  fungsinya  masing-masing.  Di Bank Ekonomi, struktur tata  kelola perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Rapat   Umum    Pemegang    Saham,   merupakan perangkat tertinggi bagi Perusahaan dalam mengambil keputusan  atas  hal-hal  utama  dan  strategis  yang sangat mempengaruhi jalannya  usaha. Diantaranya, terkait dengan perubahan  susunan anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemberian wewenang kepada Direksi,  pengesahan  Laporan  Keuangan  Tahunan, dan penetapan penggunaan laba.
 Dewan Komisaris, merupakan perangkat Perusahaan untuk  mengawasi  pelaksanaan   usaha   dijalankan sesuai dengan strategi yang telah disetujui, tata kelola perusahaan,  dan  peraturan  perundangan-undangan yang berlaku.
 Direksi,  merupakan  perangkat  Perusahaan   untuk mengelola usaha dijalankan sesuai dengan  strategi, prosedur, dan kebijakan yang telah ditetapkan.
Di  tahun  2010,  Perusahaan  telah  menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada
17 Mei 2010.
Adapun hal-hal yang disetujui dan diputuskan  dalam RUPST tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menyetujui dan menerima Laporan Tahunan untuk
Tahun Buku 2009.
2. Menyetujui    dan    mengesahkan    Neraca    dan
Perhitungan  Laba  Rugi  Perseroan  Tahun  Buku
2009.
3.  Menyetujui  penggunaan  laba  bersih  Perseroan
untuk Tahun Buku 2009 sebagai berikut:
a. Tidak membagikan dividen tunai kepada  para
Pemegang Saham;
b. Sebesar  Rp  500.000.000,-  dialokasikan  dan dibukukan sebagai dana cadangan;
c. Sisanya    sebesar     Rp      331.075.000.000,- dimasukkan   dan   dibukukan   sebagai    laba ditahan.
4. Menyetujui memberi wewenang kepada  Direksi Perseroan   untuk   menunjuk   Kantor   Akuntan Publik (“KAP”) yang akan  memeriksa  Laporan Keuangan Perseroan untuk Tahun Buku 2010 dan untuk menetapkan  honorarium serta persyaratan penunjukkan KAP tersebut.
5. Menyetujui    perubahan    Direksi    dan    Dewan Komisaris berikut gaji, tunjangan,  bonus/tantiem kepada  Direksi  dan  Dewan  Komisaris  sebagai berikut:
a. Menerima    pengunduran    diri    Sdr.     Ravi
Sreedharan selaku Direktur Utama Perseroan.
b. Menyetujui pengangkatan Sdr. Antony  Colin Turner (Tony Turner) selaku Direktur  Utama Perseroan.
c. Menyetujui   pengangkatan   kembali   anggota Direksi   dan   Dewan   Komisaris    Perseroan sebagai berikut:
1. Sdr.    David    Edwin    Boycott     sebagai
Komisaris Utama
2. Sdr Hanny   Wurangian   sebagai    Wakil Komisaris  Utama   dan         Komisaris Independen
3. Sdr. Ted Margono sebagai Komisaris
4. Sdr.  Hariawan  Pribadi  sebagai  Komisaris
Independen
5. Sdr. Sia Leng Ho sebagai Wakil  Direktur
Utama
6. Sdr. Gary Jones sebagai Direktur
7. Sdri. Minarti Tjhin sebagai Direktur
8. Sdr.  Lenggono  Sulistianto  Hadi   sebagai
Direktur Kepatuhan.
Pengangkatan  Direksi dan Dewan  Komisaris berlaku efektif sejak waktu penutupan Rapat ini sampai dengan  penutupan RUPST Perseroan yang diadakan pada tahun 2013. 
d. Menyetujui       pendelegasian        wewenang kepada  Dewan  Komisaris  Perseroan   untuk menetapkan  jumlah  gaji  dari  masing-masing anggota Direksi Perseroan  sebagaimana yang direkomendasikan  oleh   Komite  Remunerasi dan   Nominasi    Perseroan   dalam   suratnya kepada  Dewan  Komisaris  tertanggal  11  Mei
2010 perihal Usulan Komite Remunerasi  dan
Nominasi Perseroan.
e. Menyetujui untuk memberikan  tunjangan/gaji kepada  Wakil  Komisaris   Utama merangkap Komisaris Independen di Komisaris Independen Perseroan dalam jumlah sebagaimana   yang   direkomendasikan    oleh Komite Remunerasi dan Nominasi  Perseroan dalam   suratnya   kepada   Dewan   Komisaris Perseroan  tertanggal  11  Mei   2010  perihal Usulan  Komite  Remunerasi   dan  Nominasi dan menyetujui tidak  diberikannya tunjangan kepada   Komisaris    Utama   dan   Komisaris Perseroan.
f.  Menyetujui  pemberian  bonus/tantiem  kepada Wakil Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen     dan                         Komisaris                 Independen Perseroan  untuk  tahun  2009  dengan  jumlah maksimal Rp 350.000.000,- net.
g. Memberikan  kuasa  dan  wewenang   kepada Direksi Perseroan, dengan hak substitusi, untuk menyatakan  keputusan   agenda  kelima  baik sebagian  maupun  seluruh  keputusan  tersebut diatas,   serta   menyatakan   susunan   anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan dalam akta  tersendiri dihadapan Notaris, selanjutnya memberitahukan/mendaftarkan kepada instansi yang   berwenang,   serta    melakukan    segala tindakan yang  diperlukan  sehubungan dengan hal tersebut.



Hasil Penilaian Self Assessment
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Nilai
Komposit
1.45
1.65

Pelaksanaan GCG Bank UOB Buana Tbk Tahun 2010 dan Self Assessmentnya

UOB Buana berkomitmen untuk melakukan kegiatan usaha sesuai dengan kerangka kerja Good Corporate Governance (“GCG”) dan kode etik perilaku. Setiap unit bisnis memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan prinsip-prinsip GCG di setiap kegiatan usahanya sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik untuk kepentingan para nasabah, pemegang saham dan stakeholders lainnya. Kegiatan utama di tahun 2010 adalah penggabungan usaha (merger) antara UOB Buana dengan UOB Indonesia untuk memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai kepemilikan tunggal (Single Presence Policy). Dengan penggabungan tersebut, Bank tetap berkomitmen untuk mempertahankan dan menyempurnakan penerapan GCG dalam upaya memenuhi persyaratan dari pihak berwenang di Indonesia dan standar yang ditetapkan dari pemegang saham utama UOB Buana yang tercatat di Bursa Efek Singapura.

Dalam Laporan Tahunan ini, selain melaporkan standar praktek tata kelola perusahaan sebagaimana diatur oleh peraturan dan ketentuan Bank Indonesia, kami juga merujuk pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang berlaku secara internasional.

Selama tahun 2010 Bank telah memperkuat praktek-praktek GCG dan memperkenalkan inisiatif-inisiatif di berbagai bidang sebagai berikut:

Pedoman Perilaku dan Kode Etik
Pedoman perilaku dan kode etik Bank merupakan dasar dari kerangka tata kelola perusahaan yang mencerminkan komitmen Bank untuk bertindak secara adil, benar dan tidak melanggar hukum. Manajemen dan karyawan, tanpa terkecuali, berkomitmen untuk terus melanjutkan dan menyempurnakan penerapan
praktek-praktek GCG yang mengedepankan prinsip moral dan etika sesuai pedoman perilaku dan kode etik Bank. Secara berkala Bank mengkaji kembali isi pedoman perilaku dan kode etik serta mensosialisasikannya pada seluruh karyawan dan manajemen, sehingga dapat dipastikan pedoman dan kode etik tersebut dipahami dan dijalankan.

Budaya Kepatuhan
Tata kelola perusahaan yang baik melibatkan pengawasan terhadap kepatuhan peraturan secara ketat. Mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dimanapun kami beroperasi merupakan bagian penting dalam melakukan apa yang benar. Direktur Kepatuhan bertugas mengawasi pelaksanaan kerangka kepatuhan agar berjalan secara efektif. Hal ini menempatkan kami dalam posisi memenuhi peraturan dan merespon risiko kepatuhan yang muncul secara tepat waktu. Sejak tahun 2008, kami telah meluncurkan web internal/portal, yang berisi antara lain peraturan dan kebijakan yang berlaku yang terkait dengan kegiatan operasional Bank dan informasi Bank lainnya. Setiap karyawan dapat memiliki akses ke portal tersebut. Kami bahkan menautkan sistem Pelaporan Kepada Instansi Terkait (“PKIT”) kepada email karyawan yang bertanggung jawab terhadap laporan sehingga dapat mengingatkan tanggal jatuh tempo dari laporan yang menjadi tanggung jawab karyawan tersebut.

Untuk meningkatkan efektifitas penggunaan portal tersebut, di tahun 2010 ditambahkan fasilitas mesin pencari yang memudahkan pengguna menemukan informasi yang dibutuhkan secara cepat dan akurat.

Whistle Blowing
Untuk mendukung pengawasan internal dan menerapkan transparansi sesuai prinsip GCG, UOB Buana telah mengatur kebijakan dan prosedur sistem whistle blowing. Kebijakan ini dibuat untuk mendorong setiap karyawan agar melaporkan pelanggaran-pelanggaran atau potensi pelanggaran terhadap hukum, peraturan, kebijakan Bank atau pedoman perilaku dan kode etik dengan tetap melindungi pelapor dari ancaman pihak manapun. Pelaporan dapat disampaikan secara verbal atau tertulis kepada atasan langsung, Kepala Audit Internal, Direktur Utama atau Ketua Komite Audit. Untuk menunjang kebijakan ini, disediakan fasilitas telepon dan faximili, serta hotline 24 jam bagi pelapor sehingga mempermudah jalur komunikasi. Fasilitas tersebut dioperasikan oleh fungsi kerja Audit Internal. Pelapor yang menyampaikan pengaduan yang sebenar-benarnya sesuai kebijakan whistle blowing dan didasari dengan niat baik, tidak akan terkena risiko pemecatan atau tindakan balasan.

Anti-Money Laundering
Sejalan dengan prinsip pengenalan nasabah serta seiring dengan komitmen pemerintah untuk memberantas kegiatan pencucian uang, UOB Buana mengambil satu langkah lebih maju dalammengimplementasikan sistem  anti-money laundering. Sejak tahun 2009 Bank membentuk Komite Anti-Money Laundering dan menerbitkan pedoman pelaksanaan program anti-money laundering dan pencegahan pendanaan terorisme
untuk membantu menjaga integritas sistem perbankan Indonesia. UOB Buana tidak akan dengan sengaja melakukan bisnis dengan individu, badan atau pemerintah yang mencoba untuk mengubah ‘uang kotor’ menjadi ‘uang bersih’. Kami juga tidak akan melakukan semua jenis transaksi bisnis yang berkaitan dengan
kekayaan yang dimiliki atau dikendalikan oleh, atau atas nama, kelompok teroris yang dicurigai. UOB Buana merupakan bank pertama di Indonesia yang telah memiliki Komite Anti-Money Laudering. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia tentang pelaksanaan GCG bagi Bank Umum, kami sampaikan laporan pelaksanaan GCG tahun 2010 termasuk kesimpulan umum hasil self assessment GCG.



Hasil Penilaian Self Assessment
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Nilai
Komposit
1.60

Sabtu, 06 Oktober 2012

TIGA PILAR BASEL 11

Tiga pilar basel

Basel II mengusung konsep "tiga pilar" yaitu persyaratan modal minimum, tinjauan pengawasan, serta pengungkapan informasi. Basel I sebelumnya hanya memperhatikan sebagian dari masing-masing pilar ini. Misalnya, Basel I hanya memperhitungkan risiko kredit secara sederhana, mempertimbangkan sedikit risiko pasar, serta sama sekali tidak menangani risiko operasional.
Pilar pertama berkaitan dengan pemeliharaan persyaratan modal (regulatory capital) yang diperhitungkan untuk tiga komponen utama risiko yang dihadapi bank: risiko kredit, risiko pasar, serta risiko operasional. Jenis risiko lain tidak dianggap layak diperhitungkan pada tahap ini.
Risiko kredit dapat dihitung dengan tiga cara yang berbeda tingkat kerumitannya, yaitu pendekatan standar (standardized approach), Foundation IRB (internal rating-based), dan Advanced IRB. Risiko operasional dihitung dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan dasar (basic indicator approach, BIA), pendekatan standar (standardized approach, STA), serta advanced measurement approach (AMA). Sedangkan pendekatan yang biasanya dipilih untuk perhitungan risiko pasar adalah pendekatan VaR (value at risk).
Pilar kedua menangani tanggapan pengawasan terhadap pilar pertama yang memberikan perkakas lanjut bagi pengawas. Pilar ini juga memberikan suatu kerangka kerja untuk menangani semua risiko lain yang mungkin dihadapi bank, seperti risiko sistemik, risiko pensiun, risiko konsentrasi, risiko strategik, risiko reputasi, risiko likuiditas, serta risiko hukum, yang digabungkan menjadi risiko residu.
Pilar ketiga memperbesar pengungkapan yang harus dilakukan bank. Ini dirancang untuk memberikan gambaran yang lebih baik bagi pasar mengenai posisi risiko menyeluruh bank dan untuk memberikan kesempatan bagi pihak terkait dari bank untuk memberikan harga dan menangani risiko tersebut dengan sepantasnya.

BASEL 11

Basel II adalah rekomendasi hukum dan ketentuan perbankan kedua, sebagai penyempurnaan Basel I, yang diterbitkan oleh Komite Basel. Rekomendasi ini ditujukan untuk menciptakan suatu standar internasional yang dapat digunakan regulator perbankan untuk membuat ketentuan berapa banyak modal yang harus disisihkan bank sebagai perlindungan terhadap risiko keuangan dan operasional yang mungkin dihadapi bank.
Pendukung Basel II percaya bahwa standar internasional seperti ini dapat membantu melindungi sistem keuangan internasional terhadap masalah yang mungkin timbul sewaktu runtuhnya bank-bank utama atau serangkaian bank. Dalam praktiknya, Basel II berupaya mencapai hal ini dengan menyiapkan persyaratan manajemen risiko dan modal yang ketat yang dirancang untuk meyakinkan bahwa suatu bank memiliki cadangan modal yang cukup untuk risiko yang dihadapinya karena praktik pemberian kredit dan investasi yang dilakukannya. Secara umum, aturan-aturan ini menegaskan bahwa semakin besar risiko yang dihadapi bank, semakin besar pula jumlah modal yang dibutuhkan bank untuk menjaga likuiditas bank tersebut serta stabilitas ekonomi pada umumnya.

IMPLEMENTASI BASEL 1 DAN BASEL II DI INDONESIA


Komite Basel merancang Basel I sebagai standar yang sederhana, mensyaratkan bank-bank untuk memisahkan eksposurnya kedalam kelas yang lebih luas, yang menggambarkan kesamaan tipe debitur. Eksposur kepada nasabah dengan tipe yang sama (seperti eksposur kepada semua nasabah korporasi) akan memiliki persyaratan modal yang sama, tanpa memperhatikan perbedaan yang potensial pada kemampuan pembayaran kredit dan risiko yang dimiliki oleh masing-masing individu nasabah.Sejalan dengan semakin berkembangnya produk-produk yang ada di dunia perbankan, BIS kembali menyempurnakan kerangka permodalan yang ada pada the 1988 accord dengan mengeluarkan konsep permodalan baru yang lebih di kenal dengan Basel II. Basel II dibuat berdasarkan struktur dasar the 1988 accord  yang memberikan kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive) serta memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko di bank. Hal ini dicapai dengan cara penyesuaian persyaratan modal dengan risiko dari kerugian kredit dan juga dengan memperkenalkan perubahan perhitungan modal dari eksposur yang disebabkan oleh risiko dari kerugian akibat kegagalan operasional.
Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan, dengan menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis risiko, supervisory review process, dan market discipline. Framework Basel II disusun berdasarkan forward-looking approach yang memungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian dari waktu ke waktu. Hal ini untuk memastikan bahwa framework Basel II dapat mengikuti perubahan yang terjadi di pasar maupun perkembangan-perkembangan dalam manajemen risiko.